Brigade Pelajar Islam Indonesia, selanjutnya disingkat dengan BPII, merupakan salah satu badan otonom (memiliki kewenangan khusus/otonomi untuk mengelola dan mengatur program adminsitrasi secara mandiri) dari PII. Dibentuk dan diresmikan pada 6 November 1947 di Ponorogo untuk waktu yang tidak terbatas.
BPII dibentuk untuk melaksanakan program kerja dan usaha membina, mengembangkan dan meningkatkan ketahanan organisasi yang sehat, dinamis serta dalam rangka mengemban misi dan eksistensi organisasi.
TUJUAN
BPII bertujuan untuk membentuk kader-kader yang militan yang memiliki karakter cermat, cekatan dan efektif dan Berfungsi melaksanakan program kerja PII menuju perubahan sosial dan budaya dalam masyarakat, yang berdasarkan nilai-nilai ajaran Islam rahmatan lil’alamin.
USAHA
Usaha-usaha yang dilakukan oleh BPII adalah:
FUNGSI
BPII berfungsi sebagai wadah pengabdian dan pelayanan persoalan-persoalan kemanusiaan, pembinaan dan pengembangan keterampilan fisik kader serta mengembangkan jaringan informasi dan intelijen.
HIERARKI STRUKTUR KEPENGURUSAN
BPII memiliki struktur vertikal dan horizontal pada institusi kekuasaan yang setingkat dan memiliki pola hubungan yang bersifat koordinatif dalam perumusan kebijakan dan program, konsultatif dalam melaksanakan program. Sementara, untuk pola hubungan dengan eselon ke bawahnya adalah instruktif dalam pembuatan program kerja dan kebijakan.
Pengurus badan otonom bertangggung jawab kepada anggotanya, sehingga Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) para pengurus disampaikan dalam Muktamar Nasional (MUKNAS) dan atau Konferensi Wilayah (KONWIL) dan atau Konferensi Daerah (KONDA) dari institusi kepemimpinan yang setingkat.
Struktur Hierarki kepengurusannya berbentuk horizontal (lurus ke bawah), yang terdiri dari:
SEJARAH
1. 1947 s.d. 1960 (Brigade Siaga)
Pada awal pembentukannya, badan otonom ini ditujukan untuk menyalurkan bakat-bakat kemiliteran anggota-anggota PII. Tujuan ini berkaitan dengan kondisi bangsa Indonesia yang sedang berusaha mempertahankan kemerdekaan dari ancaman kembalinya kolonialisme belanda. Untuk itu bangsa Indonesia perlu memobilisasi semua komponen bangsa untuk menghadapi agresi militer Belanda I/21 Juli 1947.
PII sebagai sebuah organisasi yang berbasis pelajar tidak tinggal diam dan ikut serta memanggul senjata, bahu-membahu mempertahankan kedaulatan Indonesia. Kemudian, dalam langkah nyatanya mengorganisasikan diri menjadi salah satu dari pasukan rakyat yang berjuang melawan penjajah, sehingga terbentuk laskar-laskar dari rakyat banyak yang turut membantu TKR (Tentara Keamanan Rakyat) antara lain TRI Hizbullah, BPRI (Baris dan Pemberontakan RI), TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar Jawa Timur), Sabilillah, Tentara Pelajar IPPI, TPI (Tentara Pelajar Islam Aceh), CM Corps – Mahasiswa, CP (Corps Pelajar Solo) dan lain sebagainya. Masa ini, visi dan misi Brigade Siaga adalah bersifat ketentaraan/kelaskaran.
Walaupun baru diresmikan pada 1947, dengan Komandannya Abdul Fattah Permana, sebenarnya, sebelumnya telah ada aktivitas ke-brigade-an di PII. Satuan yang telah ada sebelum peresmian Brigade PII adalah TPI (Tentara Pelajar Islam Aceh) dibawah pimpinan Hasan Bin Sulaiman, Hamzah, dan Ismail Hasan Metareum. Terdapat sebanyak 12.000 orang anggotanya yang langsung dikoordinir di bawah komando Komandan Koordinator Pusat Brigade PII saat itu.
Selain itu, PII telah berpartisipasi dalam operasi militer di Magelang, khususnya tentara pelajar. Pasukan PII dan HMI pada bulan Oktober 1947 bergabung dalam Batalyon 17 dengan nama Batalyon Corps Pelajar Islam dipimpin Chalil Badawi dan Corps Mahasiswa Islam dipimpin oleh Ahmad Tirto Sudiro.
Pada masa ini, pembinaan terhadap anggota dilakukan oleh dan di masing-masing laskar dimana mereka bergabung.
Setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh Belanda, diikuti dengan nasionalisasi Angkatan Perang Republik Indonesia, Brigade PII kehilangan spirit gerakan di masa ini.
2. 1960 s.d. 1966 (Brigade Serba Guna)
Memasuki tahun 1960-an suhu politik semakin memanas dengan kian meluasnya pengaruh Partai Komunis Indonesia (PKI), baik di dalam pemerintahan maupun masyarakat.
Pernah pada suatu ketika, Brigade terlibat dalam perlawanan terhadap pemberontakan PKI di Madiun. Pada saat itu, Komandan Brigade PII Madiun, Surjo Sugito yang masih belajar di Sekolah Menengah, gugur.
Mulai tahun 1963, dirintis latihan Brigade PII bekerjasama dengan ABRI atau purnawirawan ABRI. Fokus latihan-latihan ini mengarah pada latihan intelejen untuk menghadapi aksi-aksi PKI.
Di Jawa Barat, DANREM TARUMANEGARA menjadikan Kabupaten Dati II Garut sebagai basis pembinaan milisi PII terutama di kantong-kantong Syarikat Islam dan DI/TII, antara lain Wanaraja (Cipari), Keresek (Cibatu), Cilampuyang (malangbong). Pembinaan tersebut bertujuan untuk menjinakkan pasukan Kartosuwiryo yang telah turun gunung sekaligus menghadapkannya secara langsung dengan Milisi Rakyat Komunis (Barisan Rakyat).
Pasukan-pasukan yang telah terbina oleh Isa Anshari dijadikan lapis depan Front Anti Komunis Indonesia (FAKI) yang bermarkas di jalan Pungkur No. 151 Bandung (dulu seketariat PW PII Jawa barat). Kesatuan Brigade PII Garut tersebut terjaga selama lima tahun (1964-1969) dan menjadi tenaga pengaman Organisasi Islam selama kurun waktu tersebut.
Selanjutnya, mengingat kondisi eksternal tersebut dalam Konferensi Besar VIII PII di Jakarta 23 Juli-03 Agustus 1965 dinyatakan berdirinya Brigade Serba Guna Pelajar Islam Indonesia.
3. 1966 s.d. 1988 (Brigade Pembangunan)
Menindaklanjuti pendirian Brigade Serba Guna PII, diadakan Musyawarah antara lain untuk merumuskan pembinaannya di Bayongbong, Garut 01-03 Januari 1966 dan dalam muktamar XI PII di Bandung, 30 Agustus s.d. 04 September 1966. Dari musyawarah tersebut dirumuskan Latihan Brigade Siaga PII (LAGASI PII) dan Latihan Brigade Pembangunan PII (LAGABANG PII). Namun pelaksanaan kedua latihan tersebut masih belum tersistematis dengan baik, metode maupun materinya.
Baru pada bulan agustus 1970, ketika dilaksanakan musyawarah dan Coaching Instruktur Brigade PII dirumuskan ketentuan-ketentuan tentang pelaksanaan kedua latihan tersebut.
Masing-masing latihan ini terbagi menjadi dua, yaitu dalam ruangan dan di lapangan. Metode yang digunakan untuk latihan di dalam ruangan seperti; metode pelajaran, metode informasi dan metode diskusi terpimpin. Sementara itu untuk latihan di lapangan yang digunakan metode action survey, metode demonstrasi serta metode ketangkasan fisik dan mental.
Perumusan pelatihan Brigade PII memiliki perbedaan dalam tiap kurun ada confusing antara gerakan pembinaan ideologi dengan aksi-aksi politik PII yang secara umum dapat dibagi lagi menjadi tiga periode yaitu:
Orientasi Brigade di masa ini adalah membentuk anggotanya yang memiliki kedinamisan, kreativitas, produktivitas, kerja nyata dan berhasil guna dalam rangka mengisi kemerdekaan. Keterampilan dan keahlian menjadi sesuatu hal yang diprioritaskan untuk dimiliki oleh anggota sehingga bisa berbaur dan hidup menjadi anggota masyarakat yang menjadi pelopor, penggerak perubahan. Tujuannya secara umum di masa itu adalah membentuk kader-kader yang cinta kepada desa dan masyarakat.
4. 1989 s.d. saat ini (BPII)
Sebagai konsekuensi penolakan PII terhadap UU No.8/1985 tentang Ormas yang mengharuskan pencantuman Pancasila sebagai Azaz Tunggal, membuat ruang gerak PII semakin sempit.
Untuk mengantisipasi kondisi tersebut Korpus Brigade PII 1983-1986 merumuskan pembinaan kader brigade PII dalam bentuk Up Grading Brigade yang bertujuan sebagai sarana pengenalan Brigade PII pada anggota PII dalam rangka menumbuhkan bakat kebrigadean. Kemudian, LBTD yang bertujuan untuk menyalurkan bakat dan membentuk kader-kader yang militan dan berdisiplin dalam menegakkan kebenaran.
Kegiatan pembinaan kader Brigade PII ini sempat bertambah dengan Latihan Brigade Tingkat Lanjut (LBTL). Melalui Rencana Strategis Nasional (Restranas) Korpus Brigade PII periode 1995-1998 menambah kegiatan pembinaan lain dengan Latihan Brigade Tingkat Atas (LBTA). Persepsi tentang kader Brigade PII pada periode ini lebih pada kemampuan fisiknya.
Selain itu, terbitnya UU. Keormasan No. 5 Th. 1987 tentang azas tunggal Pancasila, mengakibatkan Brigade harus lebih bersifat defensif dalam menjaga misi dan eksistensi PII. Peran Brigade yang paling utama saat itu adalah penyelamat missi dan eksistensi organisasi. Tak jarang Brigade memainkan peran yang seharusnya diperankan oleh Badan Induk PII yang sedang dibekukan oleh pemerintah Orde Baru.
Sejarah yang telah diuraikan di atas memberikan gambaran bahwa BPII merupakan sebuah Badan Otonom dari PII yang dinamis. Keberadaannya disesuaikan dengan kondisi zaman yang berkembang.
Sumber: